Senin, 29 Januari 2018

Stay or Go, We Always Loving You, Giroud !

Memori/ingatan adalah bagian yang paling sangat disayangkan jika kita sampai melupakanya. Entah itu ingatan yang menyenangkan, atau bahkan ingatan yang sangat mengerikan pun, sayang sekali jika kita sampai melupakannya. Ingatan menyenangkan tentu bagaimana Arsenal berhasil memperoleh Piala Emas pada era invincible dan satu satunya tim di PL yang menjadi juara dengan status unbeaten selama satu musim. Ingatan mengerikan dari Arsenal tentu yang terbaru, yaitu dimana musim lalu, Arsenal gagal masuk ke UCL, dan yang lebih mengerikan bagi fans Arsenal adalah finish di bawah Spurs.
Lalu bagaimana ingatan kita dengan Olivier Giroud? Apa hal yang paling kalian ingat dari Giroud?

Ya, kali ini saya akan sedikit banyak mengorek kisah Olivier Giroud, sebelum dia benar benar pergi (saya berharap dia tidak akan pergi). Giroud di datangkan Arsenal dari kampiun Ligue 1 musim 11/12, Montpellier dengan embel-embel Top Score 21 goal nya saat itu.
Arsenal memang sedang dilanda duka, paska ditinggal Van Persie yang lebih memilih hijrah ke Manchester Merah. Giroud didatangkan bersamaan dengan Lukas Podolski dan Santi Cazorla. Sekalipun ditinggal kaptenya membelot, fans Arsenal juga cukup senang karena Arsenal berhasil mendatangkan pemain pemain yang potential untuk bersaing di PL.

Arsenal kesusahan untuk menjebol gawang lawan pada awal awal musim 12/13. Arsenal pun baru berhasil mencetak gol pertamanya ketika away ke Anfield gank. Arsenal berhasil mencetak 2 gol. Akan tetapi tak ada nama Olivier Giroud disitu, tentu Giroud menjadi sasaran kritik dari fans fans Arsenal yang sudah mulai cemas akan kapasitasnya.

Memang, Giroud kurang cakap dalam mencari posisi, dan juga sering sekali membuang peluang yang harusnya membuahkan angka untuk Arsenal. Sekalipun Ozil sudah berada di belakang Giroud, Giroud masih kesusahan dalam mencetak gol, ini bukan hal yang aneh untuk fans Arsenal.

11 gol di musim pertamanya berseragam Arsenal, bukanlah catatan yang terlalu buruk untuk anak baru di Premier League, akan tetapi tetap saja, sangat jauh dari torehan 31 gol Van Persie di musim sebelumnya. Musim perdana Giroud mungkin masih bisa dimaklumi sebagian fans Arsenal. Di musim kedua hingga musim kelima nya, catatan goal Giroud tak berubah. Giroud seolah olah tak sanggup menjadi striker kelas wahid yang selalu dimiliki Arsenal. Memang, catatan gol Giroud selalu diatas 10 setiap musimnya. Namun tak pernah mencapai angka 20. 2 musim lalu adalah catatan terbaiknya, dengan lesatan 16 gol di PL.

Lantas, apa yang membuat Arsenal fans selalu meminta Arsenal mendatangkan striker baru di setiap musimnya ? Tentu saja ini karena permainan Giroud sendiri yang selalu inkonsisten. Rasanya seperti kita menumpahkan makanan yang sudah di buat dengan sedemikian rupa oleh teman teman kita. Ya, permainan 1-2 yang biasa diperagakan Ozil Sanchez Ramsey pun, seolah tak berguna jika penyelesaian Giroud selalu kurang maksimal. Memang kualitasnya sebagai wallpass man sangat teruji, namun striker membutuhkan finishing yang baik, kualitas itu yang dipertanyakan fan Arsenal pada Oli.

Musim ini, Giroud hanya tampil 14 kali di PL, dan hanya 1x menjadi starter, ini menunjukkan bahwa dirinya telah kehilangan kepercayaan dari Wenger, selain efek kedatangan Lacazette. Sejauh ini Giroud hanya mencetak 4 gol, bahkan terancam tak mencapai 10 gol hingga akhir musim nanti. Sebuah penurunan performa yang luar biasa dari Oli. Hanya tinggal menunggu waktu, Arsenal akan segera mengumumkan kedatangan Pierre Emmerick-Aubameyang. Torehan gol Auba di bundesliga saat ini sangat jauh dari torehan gol Giroud. 13 gol sudah berhasil dilesatkan Auba di Bundesliga. Torehan gol Auba disetiap musimnya memang luar biasa menggila. Namun ingat, tak adil rasanya kita membandingkan torehan gol Auba dan Giroud dengan Kompetisi yang berbeda, intensitas tiap pertandingan yang berbeda juga. Mungkin Auba bisa mencetak 36 gol dalam satu musim di Jerman, namun belum tentu di Inggris. Begitu juga Giroud, mungkin Giroud bisa mencetak banyak gol di Jerman, sama seperti Auba.

Disisi lain, Giroud juga masih ingin mendapat tempat di Piala Dunia mendatang. Slot 3 striker tim nasional Perancis masih terbuka, namun sudah bisa dipastikan, satu tempat di isi oleh superstar La Liga, Antoine Griezmann dan pesaing utama Giroud di Arsenal, Alex Lacazette yang memang sudah langganan tim nasional sejak bermain untuk Lyon. Tersisa satu slot, apalah Giroud mampu bersaing dengan Kevin Gameiro dan Kylian Mbappe ? Mungkin kita tak perlu meragukan loyalitas Olivier Giroud, bagaimana awal musim dia juga menolak bermain untuk Everton dan lebih memilih bertahan di London. Dan yang terbaru Oli juga menolak untuk di ikut sertakan dalam proses transfer Aubameyang. Mungkin ini adalah secuil bukti dari Giroud yang masih ingin survive di tim asuhan Wenger ini. Tetapi, disisi lain dia juga harus mendapatkan tempat di tim nasional untuk gelaran Piala Dunia mendatang.

Sebagai fans Arsenal, aneh rasanya jika melihat Giroud menggunakan jersey selain Arsenal. Apalagi jika kesepakatan dengan Chelsea benar benar tercapai. Fans Arsenal sudah kadung jatuh cinta dengan Giroud, tak sedikit pula yang ingin melihat Giroud bertahan dan bermain dengan pemain baru disetiap musimnya. Sejauh ini Giroud sudah berhasil bertahan di skuad asuhan Wenger, mulai bersaing dengan Lukas Podolski hingga sekarang kedatangan rekan setim nasionalnya Lacazette, Oli benar benar masih bisa bertahan. Tak adil rasanya jika kita melihat Giroud terus berada di bench Arsenal dan tak mengijinkan dia pergi untuk suatu hal yang ingin dicapainya. 

Jika memang Giroud harus menyebrang ke London Biru, ini akan menjadi sakit hati yang luar biasa di banding melihat kepergian Alexis ke MU. Bagaimana dengan kalian ?

Jumat, 26 Januari 2018

Apa Kabar Kawan Lama ? “Part 2”

Berikut adalah lanjutan dari Apa Kabar Kawan Lama Part 1. Beberapa ex pemain Arsenal yang karirnya tak begitu gemilang  di Arsenal, dan tak begitu sukses juga ketika meninggalkan Arsenal.

Denilson (MF, 29, Cruzeiro)
Denílson Pereira Neves, datang ke Arsenal dengan embel-embel juara Copa Libertadores dan juara FIFA Club World Cup 2005. Arsenal sangat jeli melihat bakat muda asuhan Sau Paulo ini. Di Arsenal, Denilson juga di proyeksikan untuk menemani seniornya, Gilberto Silva, yang walaupun setahun berikutnya hengkang. 96 caps Denílson bersama Arsenal. Dan hanya 7 catatan gol nya bersama Arsenal. Denílson sendiri sebenernya adalah pemain inti di lini tengah Arsenal , semenjak debutnya di 2006. Namun sayang, cedera membuatnya tak banyak kesempatan untuk bersaing mengambil alih tempatnya lagi. Satu moment Denílson yang berkesan bagi saya, bagaimana tendangan rocket nya di Goodison Park berhasil membuka kran 6 gol Arsenal dan namanya menjadi pencetak gol pertama untuk Arsenal di PL season 09/10. Denílson kini berstatus sebagai pemain Al Wahda, namun sedang di pinjamkan ke Cruzeiro. Saya sempat berpikir Denilson akan menjadi pemain yang luar biasa bagi Arsenal di kedepanya, namun sayang, namanya tak sanggup bersaing dengan kompetitor lokal seperti Jack Wilshere dan Aaron Ramsey. Obrigado Denilson !

Amaury Bischoff (MF, 30, Hansa Rostock)
Ini merupakan pembelian paling tanda tanya menurut saya yang pernah di lakukan oleh Arsenal. Mengapa ? Ya, Bischoff sendiri tak memiliki track record yang bagus di Werder Bremen, tak sekalipun ia tampil untuk tim Reguler Bremen. Namun ntah apa yang menjadi pertimbangan Arsenal untuk merekrut Bischoff. Bisa jadi karena Bischoff sendiri jebolan akademi RC Starsbourg, yang notabene tempat kelahiran Arsène. Memang ketika usia 18 Bischoff sempat di panggil timnas Perancis, namun ia juga tak sekalipun tampil untuk timnas Perancis. Hanya 1 kali Bischoff bermain untuk Arsenal. Itupun berstatus sebagai pemain pengganti. Bischoff tak menemukan permainanya di Arsenal. Bischoff akhirnya hijrah ke klub Portugal Academica, dan ke Aves setelahnya, Bischoff menemukan kesuksesanya di kasta kedua liga Jerman, bersama Preuß Münster. 142 caps dan 30 goal ia ciptakan bersama Preußen Münster. Kini Bischoff bermain untuk Hansa Rostock dan masih berkutat dengan divisi dua liga Jerman. Semoga kau temukan sukses mu di Jerman Amaury !

Fran Merida (MF, 27, Osasuna)
Seperti biasa, Arsenal sepertinya tak pernah bosan meilirk bakat dari Catalonia. Merida merupak bakat asli Catalonia, dan juga adik kelas dari Cesc Fàbregas ketika masih di Catalonia. Merida merupak wonderkid yang luar biasa. Bahkan untuk mendapatkan Merida, Arsenal harus bersaing dengan Real Madrid dan AC Milan. Namun sepertinya Merida memilih jalan yang kurang baik untuk karirnya. Semenjak di transfer dengan biaya € 3.2 juta dari Barcelona, Merida hanya 6 kali tampil bersama Arsenal dan mencetak sebiji gol ketika melawan Liverpool. Pada 2010 Merida memutuskan hijrah ke Atlético Madrid. Dia menjadi kampiun Europa League ketika berhasil mengalahkan Fulham di final. Semenjak memperkuat Arsenal dan Atlético Madrid, Merida tak pernah lagi bermain untuk tim besar Eropa. Label wonderkid nya pun seolah tipuan bagi tim tim yang berminat memakai jasanya. Kini Merida bermain untuk Osasuna dan menjadi pemain inti. Gracias Merida !

Jérémie Aliadière (FW, 34, Lorient)
Aliadière merupakan lulusan akademi Clairefontaine. Clairefontaine ini merupakan akademi sepak bola di Perancis yang melahirkan pemain pemain bintang. Mulai dari Thierry Henry, Nicolas Anelka, Hatem Ben Arfa, Blaise Matuidi, Mehdi Benatia, Sébastien Bassong, Olivier Giroud, hingga wonderkid saat ini Kyllan Mbappe. Namun sepertinya Aliadière namanya tak semewah nama nama dia atas. 2001 Aliadière memutuskan langsung  bergabung bersama Arsenal setelah lulus dari akademi Clairefontaine. Aliadière juga mendapat kehormatan sebagai juara FA Cup 2004 dan Community Shield 2002, Aliadière juga termasuk kedalam skuad invincible. Dan memperoleh medali juara karena Aliadière sudah tampil sebanyak 10 kali di PL sesuai persyaratan untuk memperoleh medali tersebut. Aliadière juga menjadi pemain yang mencetak gol di Anfield dalam League Cup. Arsenal menang 3-6 dan salah satu gol nya di ciptakan Aliadière. Jérémie menemukan suksesnya bersama FC Lorient, dia bersahil menjadi striker tang subur di negaranya sendiri. Peruntunganya di Inggris bisa menjadi pelajaran bahwa untuk mencetak 5 gol di PL untuk seorang striker berlabel lulusan akademi sepak bola terbaik di Perancis pun tak mudah. Semoga yang terbaik untuk sisa di penghujung karirmu Jérémie !

Carlos Vela (FW, 28, Los Angels FC)
Salah satu talenta muda terbaik Mexico yang gagal bersinar bersama Arsenal. Carlos Vela datang dari Guadalajara ke Arsenal bukan tanpa pengalaman apa apa. Juara dunia FIFA u17, top skorer dan pemain terbaik di kompetisi tersebut. Membuat Vela di gadang gadang bakal merauo sukses bersama Arsenal. Sebelum memperkuat tim utama, Vela di pinjamkan ke beberapa klub terlebih dahulu untuk menambah jam terbangnya. Celta Vigo, Salamanca, hingga Osasuna menjadi tempat Vela menimba ilmu. Vela mencatatkan hattrick pertamanya ketika Arsenal membantai Sheffield United di ajang League Cup 6-0, gol gol Vela pun masuk dalam 50 greates gol Arsenal. Sepertinya nasib Vela tak kunjung membaik. Cedera lebih sering memaksa Vela untuk menikmati pertandingan melalui bangku penonton. Wenger sebenarnya ingin menduetkan Vela dengan Eduardo di lini depan Arsenal. Bayangkan saja, nama van Persie saat itu sempat menghiasi bangku cadangan Arsenal karena Vela. Namun seperti yang telah disampaikan di atas, cedera tak bisa membuat karirnya makasimal di Arsenal, selama masa kontraknya di Arsenal, Vela lebih sering di pinjamkan. West Brom dan Real Sociedad lah yang bermonat menggunakan jadanya. Bersama Sociedad, Vela menemukan bentuk permainan terbaiknya. 183 caps bersama Real Sociedad, Vela memiliki catatan 54 gol. Sebelum akhirnya kini dia hijrah ke Los Angels FC. Gracias Vela !

Nah, tadi adalah nama nama yang sempat menjadi buah bibir di tim Arsenal, karena kesuksesanya di usia muda, dan menjadi harapan di masa depan untuk Arsenal, namun malah gagal bersinar karena berbagai macam hal. Semoga nama nama tadi dapat mengingatkan kita , bahwa Arsenal juga pernah gagal dalam membina pemain muda. Masih banyak nama nama pemain muda yang gagal bersinar bersama Arsenal, seperti Ignasi Miquel, Nico Yennaris, Ryo Miayichi, hingga Yaya Sanogo, mungkin di lain kesempatan akan saya ulas. Salam #COYG


Kamis, 25 Januari 2018

Apa Kabar Kawan Lama ? “Part 1”

Bermain di hebat di usia muda, adalah suatu kebanggaan tersendiri untuk pemain yang masih merintis karir di level junior,  bahkan diyakini setiap mereka bertanding, akan selalu ada pemandu bakat yang akan hadir dan siap memberi tawaran mereka di klub sepak bola professional. Bahkan beberapa skout rela meninggalkan keluarga mereka berbulan-bulan hanya untuk melihat perkembangan pemain intaian mereka. Ya, kehebatan di usia muda tak menjamin masa depan mereka akan begitu mulus  seperti beberapa pemain yang sudah sukses melabeli dirinya sebagai wonderkid

Masih ingatkah kaliah dengan nama nama berikut ? Justin Hoyte, Henri Lansbury, Denilson, hingga Yaya Sanogo ? Jika kalian masih mengingat mereka, mungkin kalian pernah meraba raba nasib pemain muda ini kedepanya,  kini nama mereka tak lagi terdengar di telinga kita, bahkan di sepak bola profesional kelas utama pun, kita jarang mendengar nama mereka di elu elu kan komentator, selayaknya ketika mereka masih mumpuni di usia belia. Berikut adalah Starting XI akademi/dibina Arsenal yang gagal bersinar.

Vito Mannone (GK, 29, Reading)
Datang ke Arsenal dengan berlabel kiper utama timnas Italia u21, direkrut dari Atlanta pada musim panas 2005, menandatangani kontrak selama 3 tahun. Mannone  di pinjamkan ke barnsley di musim berikutnya. Di Barsnley pun Mannone tak bisa bersaing dengan Nick Colgan penjaga gawang utama Barnsley saat itu, dalam masa peminjamanya yang lumayan lama, Mannone hanya menorehkan 4 kali penampilan di ajang kompetitif tanpa meraih satupun cleansheet. Hull City menjadi pelabuhan Mannone berikutnya, namun sama saja, label kiper utama timnas u21 Italy itu tak menjadi jaminan bakal sukses di tempat perantauan. 2011 Mannone kembali ke tempat tim yang membelinya, Arsenal. Debutnya terjadi di UCL ketika menggantikan Lukasz Fabianski yang cedera ketika melawan Olympiacos, namun bukan torrhan yang impresih yang berhasil dia buat, malah satu blunder yang di manfaatkan David Fuster untuk mencetak gol, dan Arsenal pun kalah 3-1. Hingga sekarang Mannone masih menjadi kiper cadangan di tim divisi Championsip Sunderland, semoga karirmu membaik Vito 




Håvard Nordtveit (DF, 27, TSG Hoffenheim)
11 Juni 2007 Arsene Wenger memutuskan pergi ke Norwegia untuk melihat langsung bagaimana wonderkid yang di namanya sedang melejeit di media Norwegia. Havard Nordtveit, tak banyak orang tau dia pernah berseragam Arsenal ketika muda, di gadang-gadang menjadi suksesor Patrick Vieira, karena Nordtveit sendiri bisa bermain sebagai Central Back dan Defensive Midfielder. Kemampuan dribbel dan ketenangannya sangat memikat Wenger kala itu. Namun sayang, tak satupun kesempatan kunjung untuk memperkuat tim reguler Arsenal, dia lebih sering di pinjam kan ke Spanyol dan Jerman untuk memperkuat kualitas bertahanya. Nordtveit sendiri adalah kapten di tim cadangan Arsenal, pada 2007 Nordtveit berhasil menjuari Youth FA Cup bersama Arsenal walaupun statusnya sebagai pemain pengganti.
Pada 2011 Nordtveit pun memutuskan untuk hengkang dari Arsenal dan bergabung bersama Borussia Mönchengladbach, keputusanya pun sangat tepat, karena dia bermain reguler disana. Sepertinya karirnya membaik setelah hengkang dari Arsenal. Sukses kawan !

Armand Traore (DF, 28, Nottingham Forest)
Armand Traoré merupakan berlian ketika masih membela klub junior Monaco. Pada 2005 Wenger menyatakan ketertarikanya kepada Traoré. Armand Traoré juga salah satu dari talenta muda Arsenal yang bermain dalam laga testimonial Dennis Bergkamp melawan Ajax di Emirates. Karirnya tak begitu indah seperti di Monaco junior, di pinjam oleh The Pompey membuat dia lebih mendapat jam terbang yang lebih banyak ketimbang harus bermain untuk tim cadangan Arsenal. Selang setahun pasca peminjaman di Portsmouth, raksasa Italy Juve berminat memakai jasanya dengan status pinjaman. Debutnya bersama Juve tak berjalan mulus, melawan Lech Poznan di UCL , nyoya tua hanya bermain imbang 1-1, Traore bermain 83 menit. Debutnya di Serie A lebih mengenaskan, dibantai Napoli 3-0. Cedera juga membuat karirnya tak selalu maksimal, Traoré selalu mendapatkan cedera dimanapun dia bermain. 2011 pertandingan terakhirnya untuk Arsenal mungkin akan selalu di ingat, di bantai MU 8-2 di Old Trafford, lalu memutuskan hengkang ke QPR.
Sekarang Traoré menjadi pemain inti di sisi kiri pertahanan Nottingham Forest. Dan juga membantu Nottingham menyingkirkan Arsenal di babak ke 3 Piala FA musim ini. Merci Armand !

Justin Hoyte (DF, 32, FC Cincinnati)
Karirnya di tim junior nasional Inggris benar benar luar biasa, selalu menjadi langganan tim nasional mulai usia 15-21 untuk tim nasional Inggris. Menjadi juara Youth FA Cup bersama Arsenal di usia 21 tahun, membuat Wenger tertarik untuk membawanya ke tim reguler Arsenal saat itu. Namun karirnya di tim senior tak berjalan mulus, Hoyte sudah melakukan debut senior sejak tahun 2004. Hoyte bisa bermain di posisi bertahan mana saja, ini yang membuat Wenger kagum, LB RB bahkan CB sudah pernah di coba untuk Hoyte, hasilnya pun memuaskan, namun sayang, nama Hoyte tak sanggup menggeser nama besar sekelas Campbell, Clichy, dan Eboue. Gol pertamanya pun bahkan baru tercipta pada tahun 2007 ketika Arsenal membatai Charlton 4-0. Karirnya di Arsenal memang tak bisa berakhir bahagia, pada musim berikutnya, The Boro memboyong nya dengan harapan menjadi bek terbaik di barunya. Rasanya Hoyte berhasil menjadi pemain belakang terbaik di Middlesbrough, 142 caps di torehkan dengan 2 gol. FC Cincinnati kini menjadi rumah baru Hoyte, thankyou Justin, we always remember you as potential young defender.

Sebastian Larsson (MF, 32, Hull City)
Jendral lapangan tengah timnas Swedia U21 ini memang luar biasa. Berposisi sebagai Playmaker, Larsson memiliki keahlian yang lengkap sebagai pemain tengah, Freekick specialists pun tersemat pada dirinya, kala bola bola mati dari nya kerap membuahkan hasil. 2004 Larason bergabung bersama Arsenal. Tak banyak cerita memang tentang Larsson dan Arsenal, dia hanya menorehkan 3 kali penampilan sebelum di pinjamkan ke Birmingham. Namun namanya sangat identik dengan “former Arsenal player” dengar saja kala komentator PL selalu berkata demikian ketika Larsson memegang bola. Bakatnya yang luar biasa memang tak berhasil ia tampil kan bersama Arsenal. Namun bersama Birmingham, Larsson berhasil menjadi icon no 7 di tim tersebut, begitu pula ketika Larsson hijrah ke Sunderland. Alex McLeish yang saat itu menjabat Pelatih Birmingham, bahkan sempat mengatakan bahwa Arsenal telah melakukan kesalahan besar dengan membuang Larsson. Namun Wenger yakin dia tak salah membuang Larsson, terbukti Larsson hanya menjadi spesialin tim papan bawah yang setiap musimnya harus berjuang keluar dari zona degradasi, sekalipun Larsson juga hingga saat ini langganan tim nasional di Swedia. Larsson, pemain yang selalu membuat komenantor berkata “former Arsenal player” thankyou Larsson.

Emmanuel Frimpong (MF, 26, Ernis Aradippou)
Apa yang kalian ingat jika mendengar nama Frimpong ? Tidak ada ? Ya, tentu, Frimpong tak pernah mengukir cerita indahnya bersama Arsenal, mungkin fans Arsenal hanya mengingat nya sebagai seorang Gooner, atau bahkan sahabat terbaik Jack Wilshere ? Dari seluruh 6 caps nya bersama Arsenal, tak ada sebiji gol pun dia torehkan, bahkan assist pun tak pernah ia kontribusikan. Hanya serangkaian kartu kuning dan merah yang menghiasi statistiknya bersama Arsenal. Sebagai catatan, Frimpong sudah bermain untuk Arsenal sejak 2001. Dia juga merupakan teman satu angkatan Jack Wilshere yang tersisa ketika masuk ke tim reguler bersama Jack. Frimpong memiliki 2 kewarganegaraan, Ghana dan Inggris, di level junior, Frimpong lebih memilih memperkuat Inggris di usia 16-17, namun ketika senior, sepertinya dia tau betul tak akan pernah terpilih di timnas Inggris, lantas Frimpong lebih memilih Ghana sebagai tim nasional seniornya. Everything you do, we know you loves Arsenal. Thanks Frim !

Apa Kabar Kawan Lama part 2 coming soon guys, see you !

Rabu, 24 Januari 2018

Jual Beli Pemain Arsenal era Wenger

Dalam beberapa musim terakhir, Arsenal memang lebih sering merogoh kocek besar untuk mendatangkan pemain berkelas. Memang, sebelumnya Arsenal tak pernah seloyal ini dalam menghamburkan uang nya, mengingat sejak memiliki stadion baru, Arsenal harus segera melunasi biaya pembangunan stadion. Dengan cara apa ? Berbagai macam cara dilakukan Arsenal untuk segera melunasi hutang-hutangnya, salah satu cara yang paling di benci oleh Gooner (fans Arsenal) adalah bagaimana mereka harus merasakan kehilangan pemain bintang hampir di setiap musimnya. Blunder pertama dalam penjualan pemain yang dilakukan Arsenal yaitu ketika menjual Patrick Vieira ke Juventus. Ini tentu merupakan sebuah kehilangan yang sangat besar dan meninggalkan lubang yang sangat berarti di lini tengah Arsenal. Lantas, siapa sosok pengganti Vieira yang di pilih Wenger untuk mengarungi musim kompetisi berikutnya ? Tidak ada nama besar yang didatangkan Arsenal untuk meneani Gilberto Silva di lini tengah. Abou Diaby, Mathieu Flamini, Cesc Fabregas, Fran Merida, adalah nama nama yang tidak begitu dikenal oleh sebagian Gooner, siapa mereka ? Pemain muda ? Hanya nama Tomas Rosicky dan Aliaksandr Hleb yang bisa dibilang lumayan “pantas” untuk mengisi lini tengah Arsenal kala itu. Ya, mulai sejak era 2007 keatas, Wenger lebih suka memberi kesempatan pada talenta muda, entah ini salah satu strategi untuk tidak membeli pemain yang terlalu mahal agar bisa segera melunasi hutang stadion ? Atau memang salah satu eksperiment Wenger dalam era sepak bola modern.

Selang setahun, giliran King Henry meninggalkan Emirates stadium. Barca membeli Henry dalam usia yang masih produktif, 29 Tahun dengan biaya sekitar 21 juta Euro.
Adakah pemain bintang setajam Henry yang menggantikan posisinya ? Dimana saat itu Dennis Bergkamp memutuskan pensiun. Praktis, Arsenal tak memiliki striker papan atas dalam skuadnya.
Musim 07/08 dimana Arsenal lebih dulu mendatangkan Lukasz Fabianski dari Legia Warsaw, dan belum mendapatkan striker untuk pengganti Henry. Nama Eduardo Da Silva menjadi pilihan utama Arsenal musim itu, baru setelah itu nama nama seperti Bacary Sagna, Havard Nordtveit, dan Lassana Diarra bergabung. Di musim itu juga Arsenal kehilangan Henry ke Barca, Reyes ke ATM, Ljungberg ke West Ham, dan Aliadiere ke Boro. Robin Van Persie, Emmanuel Adebayor, Eduardo da Silva, Niklas Bendtner, dan Theo Walcott adalah nama-nama striker Arsenal kala itu yang digadang-gadang bisa mengisi kekosongan Titi Henry. Bandingkan saja dengan tim tim top Premier League kala itu yang memiliki striker papan atas untuk bersaing mendapat gelar Premier League. Chelsea dengan Didier Drogba dan Nikolas Anelka nya. MU dengan trisula mautnya Rooney Ronaldo Tevez, dan juga Liverpool Goal getter El Nino Torres dan Robbie Keane
Di musim 08/09 memang pengeluaran Arsenal lebih besar daripada pemasukan, hasil menjual Jens Lehmann, Mathieu Flamini, Aliaksandr Hleb, Gilberto Silva, dan Justin Hoyte pun masih minus dibandingkan dengan pembelian rising star dari Russia saat itu, Andrei Arshavin, dan wonderkid asal Perancis dan Wales, Samir Nasri dan Aaron Ramsey. Total jumlah pembelian Arsenal lebih besar daripada penjualan yang sudah dilakukan, Arsenal memiliki kekurangan 16 juta euro untuk kembali modal.

Sejak saat itu Arsenal lebih giat mempromosikan pemain mudanya ketimbang membeli pemain baru yang berkelas untuk dapat bersaing di kompetisi utama Premier League. Musim 09/10 nama-nama seperti Aaron Ramsey, Jack Wilshere, Kieran Gibbs, Johan Djourou, Niklas Bendtner, dan Francis Coquelin lebih sering menghiasi line-up Arsenal di kompetisi semegah Premier League. Apakah ada yang salah  dengan nama nama tersebut ? Tidak, mereka semua pemain muda berbakat asahan Wenger, namun jika kita menengok tim tim rival Arsenal untuk memperosleh gelar EPL, sangat jauh rasanya membandingkan kedalam skuad yang Arsenal miliki dengan tim tim papan atas EPL saat itu. Masih ingatkah kalian ketika Arsenal pernah di bantai di Emirates stadium oleh Chelsea dan MU di musim yang sama ? 0-3,1-3? Itu menunjukkan bagaimana sebagian skuad yang dimiliki Wenger masih belum mumpuni untuk kompetisi sekelas Premier League. Nampaknya, siklus Arsenal akan selalu seperti itu, menjual pemain bintangnya yang sudah matang, dan menggantikannya dengan pemain muda berbakat yang mungkin diproyeksikan untuk dijual kemudian hari guna melunasi hutang pembuatan stadion. Patrick Viera, Thierry Henry, Aliaksandr Hleb, Samir Nasri, Emmanuel Adebayor, Gael Clichy, Cesc Fabregas, dan Robin Van Persie, adalah nama-nama pemain muda berbakat yang pernah bermain untuk Arsenal, namun dijual ketika namanya mulai melejit.
Baru sejak Arsenal bisa melunasi hutang pembuatan stadion pada tahun 2013, Arsenal mulai berani merogoh kocek yang lumayan besar dengan mendatangkan Mesut Oezil, Alexis Sanchez di tahun berikutnya, dan yang terbaru adalah Alexandre Lacazette.

Tentunya kita berharap, Arsenal dapat memberikan kejutan untuk kita disisa transfer bulan Januari ini. Entah Aubameyang yang datang, atau bahkan tak ada pemain baru lagi setelah tukar guling Alexis-Mkhi. Saya berharap akan segera ada pembenahan di lini belakang Arsenal, mengingat usia Petr Cech tak lagi ideal untuk menjaga gawang, Koscielny dan Monreal yang usianya sudah mulai berkepala 3. Mertesacker juga tak lagi sanggup untuk bermain di setiap pertandingan. Banyak PR untuk Arsenal jika ingin menjadi juara EPL. Pembaruan kontrak Mesut Aaron dan Jack juga sangat penting, kreativitas Mesut harus diakui, sangat berpengaruh dalam pola penyerangan Arsenal, sedangkan mobilitas Rambo dan Jackie boy tak perlu diragukan lagi, mereka gelandang box-to-box terkuat yang pernah saya tahu di era sepak bola modern ini. Untik lini depan, saya rasa Giroud masih bisa diandalkan sebagai pelapis Lacazette, Laca hanya butuh adaptasi saja untuk menjadi top striker di Premier League.
Kita hanya berharap finish di top four di sisa musim kompetisi EPL ini. Dan menjadi juara di Carabao Cup dan Europa League. Arsenal riwayatmu kini kami serahkan kedalam konsistensimu menghadapi sisa kompetisi ini.
Gambar : brfootball